Baru kemarin kita membicarakan generasi milenial, kini sepertinya pebisnis perlu mengamati prilaku generasi Z atau gen Z yang sudah mulai memasuki pasar.
Generasi
milenial adalah mereka yang lahir setelah tahun 1980 dan gen Z adalah merekaq
yang lahir setelah tahun 2000. Ada sedikit perbedaan dalam pengelompokkan
generasi itu, tetapi tidak terlalu berbeda jauh. Misalnya, ada yang menyebut
gen Z adalah mereka yang lahir setelah tahun 1997.
Konteks
di Indonesia untuk gen Z, sepertinya lebih tepat mereka yang lahir setelah
tahun 2000 karena paparan teknologi digital. Hal ini merupakan salah satu faktor
yang menyebabkan perbedaan karakter pada generasi Z itu.
Salah
satu perubahan yang mulai terlihat adalah dalam penggunaan media sosial. Mereka
masih menggunakan dan bahkan tergolong bergantung pada media sosial, tetapi
mereka memiliki preferensi baru. Mereka kerap mengatakan, misalnya, Facebook
adalahmedia sosial orang tua kami. Mereka sudah tak peduli lagi dengan fenomena
di Facebook. Dalam salah satu artikel disebutkan, mereka tidak peduli dan tidak
tahu dengan skandal Cambridge Analytica.
Facebook
rupanya juga mengetahui masalah ini sehingga mereka mulai memutar haluan dengan
berfokus pada bisnis media sosial yang pas dengan konsumen baru, yaitu gen Z. Secara
makro, penggunaan Facebook juga mengalamai penurunan di berbagai kawasan. Beberapa
waktu lalu, pasar financial di kejutkan dengan penurunan saham Facebook hingga
24 persen di pasar saham Wall Street. Para pemilik saham perusahaan teknologi
digital kehilangan nilai pasar hampir 130 milliar dollar AS atau setara dengan
kapitalisasi IBM.
Pendapatan
triwulan kedua dan margin operasi Facebook di bawah prediksi. Pendapatan yang
diperkirakan mencapai 13,36 milliar
dollar AS, ternyata hanya 13,23 dollar AS. Pendapatan iklan yang
semuladiperkirakan 13,16 milliar dollar AS, ternyata hanya 13,04 milliar dollar
AS. Margin operasi dari sekitar 44 persen turun menjadi sekitar 30 persen. Akibatnya,
harga saham Facebook turun dari 214 dollar AS menjadi sekitar 170 dollar AS per
saham. Sangat wajar jika mereka mulai melirik bisnis media sosial yang pas
dengan pengguna baru itu.
Beberapa
perkembang lain adalah mereka hanya menonton televisi kurang dari satu jam,
tetapi bisa melihat Youtube hingga empat jam. Oleh karena itu, mereka memiliki
selebritas sendiri yang berasal dari Youtube di bandingkan dengan orang tua mereka
yang mengenal selebritas dari televisi atau media konvensional lainnya. Mereka menikmati
Youtube bukan hanya untuk lari dari kegiatan keseharian. Akan tetapi, mereka
menggunakan media sosial ini sekaligus untuk belajar.
Perusahaan
memang telah menyadari kehadiran mereka dan cara menjangkau mereka. Meskipun masih
banyak yang bingung untuk berkomunikasi dengan gen Z. dunia gen Z ternyata
tidak lagi bergantung pada nama-nam besar (endoser) di media sosial dalam
memutuskan untuk membeli produk. Mereka lebih melihat orang-orang dengan
pengikut kecil di media sosial yang hanya berkisar ratusan atau ribuan, bukan
ratusan ribu, tetapi bersifat unik dan otentik.
Oleh karena itu, keluhan orang tua pada awal tulisan ini bukan sesuatu yang aneh karena mereka lebih terpapar media dengan kekuatan visual yang tinggi dibandingkan dengan bacaan. Di berbagai media dengan konten video dan gim, tidak sedikit yang menggunakan Bahasa Inggris dibandingkan dengan Bahasa Indonesia, baik untuk petunjuk ataupun di komunikasi di dalam konten itu.
Jadi,
tidak mengherankan pula jika mereka lebih fasih berbahasa Inggris dibandingkan
dengan Bahasa Indonesia. Ada perubahan yang tengah terjadi.
Kita
tidak perlu panik. Hal yang lebih penting adalah melakukan adaptasi. Sebab,
kode keras kehadiran gen Z sudah jelas dan terang sekali.
Sumber
: Andreas Maryoto