06 Oktober 2018

Kode Keras Gen Z

Salah satu orang tua menceritakan jika anaknya lebih banyak menyukai video dan gim daripada membaca buku. Mereka juga mengeluhkan nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah yang lebih jelek dibandingkan dengan mata pelajaran Bahasa Inggris.

Baru kemarin kita membicarakan generasi milenial, kini sepertinya pebisnis perlu mengamati prilaku generasi Z atau gen Z yang sudah mulai memasuki pasar.

Generasi milenial adalah mereka yang lahir setelah tahun 1980 dan gen Z adalah merekaq yang lahir setelah tahun 2000. Ada sedikit perbedaan dalam pengelompokkan generasi itu, tetapi tidak terlalu berbeda jauh. Misalnya, ada yang menyebut gen Z adalah mereka yang lahir setelah tahun 1997.

Konteks di Indonesia untuk gen Z, sepertinya lebih tepat mereka yang lahir setelah tahun 2000 karena paparan teknologi digital. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan karakter pada generasi Z itu.

Salah satu perubahan yang mulai terlihat adalah dalam penggunaan media sosial. Mereka masih menggunakan dan bahkan tergolong bergantung pada media sosial, tetapi mereka memiliki preferensi baru. Mereka kerap mengatakan, misalnya, Facebook adalahmedia sosial orang tua kami. Mereka sudah tak peduli lagi dengan fenomena di Facebook. Dalam salah satu artikel disebutkan, mereka tidak peduli dan tidak tahu dengan skandal Cambridge Analytica.

Facebook rupanya juga mengetahui masalah ini sehingga mereka mulai memutar haluan dengan berfokus pada bisnis media sosial yang pas dengan konsumen baru, yaitu gen Z. Secara makro, penggunaan Facebook juga mengalamai penurunan di berbagai kawasan. Beberapa waktu lalu, pasar financial di kejutkan dengan penurunan saham Facebook hingga 24 persen di pasar saham Wall Street. Para pemilik saham perusahaan teknologi digital kehilangan nilai pasar hampir 130 milliar dollar AS atau setara dengan kapitalisasi IBM.

Pendapatan triwulan kedua dan margin operasi Facebook di bawah prediksi. Pendapatan yang diperkirakan mencapai  13,36 milliar dollar AS, ternyata hanya 13,23 dollar AS. Pendapatan iklan yang semuladiperkirakan 13,16 milliar dollar AS, ternyata hanya 13,04 milliar dollar AS. Margin operasi dari sekitar 44 persen turun menjadi sekitar 30 persen. Akibatnya, harga saham Facebook turun dari 214 dollar AS menjadi sekitar 170 dollar AS per saham. Sangat wajar jika mereka mulai melirik bisnis media sosial yang pas dengan pengguna baru itu.

Beberapa perkembang lain adalah mereka hanya menonton televisi kurang dari satu jam, tetapi bisa melihat Youtube hingga empat jam. Oleh karena itu, mereka memiliki selebritas sendiri yang berasal dari Youtube di bandingkan dengan orang tua mereka yang mengenal selebritas dari televisi atau media konvensional lainnya. Mereka menikmati Youtube bukan hanya untuk lari dari kegiatan keseharian. Akan tetapi, mereka menggunakan media sosial ini sekaligus untuk belajar.

Perusahaan memang telah menyadari kehadiran mereka dan cara menjangkau mereka. Meskipun masih banyak yang bingung untuk berkomunikasi dengan gen Z. dunia gen Z ternyata tidak lagi bergantung pada nama-nam besar (endoser) di media sosial dalam memutuskan untuk membeli produk. Mereka lebih melihat orang-orang dengan pengikut kecil di media sosial yang hanya berkisar ratusan atau ribuan, bukan ratusan ribu, tetapi bersifat unik dan otentik.

Oleh karena itu, keluhan orang tua pada awal tulisan ini bukan sesuatu yang aneh karena mereka lebih terpapar media dengan kekuatan visual yang tinggi dibandingkan dengan bacaan. Di berbagai media dengan konten video dan gim, tidak sedikit yang menggunakan Bahasa Inggris dibandingkan dengan Bahasa Indonesia, baik untuk petunjuk ataupun di komunikasi di dalam konten itu.

Jadi, tidak mengherankan pula jika mereka lebih fasih berbahasa Inggris dibandingkan dengan Bahasa Indonesia. Ada perubahan yang tengah terjadi.

Kita tidak perlu panik. Hal yang lebih penting adalah melakukan adaptasi. Sebab, kode keras kehadiran gen Z sudah jelas dan terang sekali.


Sumber : Andreas Maryoto