Hari Sabtu saya mendapat undangan dari seorang Direktur Pertamina untuk
menghadiri konser David Foster di Solo. Konsernya keren, penyanyinya hebat,
akustik dan tata lampu sangat bagus. But the real man in the show was David
Foster sendiri. Dia tampil di belakang pianonya, membiarkan
penyanyi-penyanyinya 'take the stage' dan menjadi bintang, membuat
penyanyi-penyanyi itu mendapatkan tepuk tangan penonton, sementara dia enjoy
memainkan jari-jarinya yang piawai di piano hitamnya.
Mungkin David Foster memang tidak mendapatkan tepuk tangan yang meriah,
mungkin memang penyanyinya yang dipuji-puji. Tetapi David Foster memang
menyadari bahwa 'menyanyi' memang bukan strength nya. Dan pada konser itu dia
pun bilang ke penyanyinya di depan ribuan penonton, ”I cannot sing like that,
that's why I need you!”.
David tahu bahwa memang harus ada kerjasama antara David dan penyanyi-penyanyinya sesuai dengan strength mereka masing-masing. Penyanyi dengan kemampuan vokalnya. David Foster dengan kemampuannya mencipta lagu dan aransemen. That’s team work! That’s leadership!
Namanya Dini. Lulusan sekolah tinggi perhotelan terbaik di negeri ini. Teman-temannya sudah banyak yang menjadi General Manager di hotel-hotel ternama di Jakarta dan Bali. Pada awalnya Dini pun memulai bekerja di beberapa hotel internasional. Tetapi kemudian Dini menyadari bahwa strengthnya adalah pada kemampuannya untuk men-support dan mendidik anak-anaknya. Seperti David Foster yang kemudian memilih untuk bermain piano di belakang dan membiarkan penyanyinya bersinar terang, Dini pun kemudian berhenti bekerja, men-support suaminya, menjadi coach suaminya, memberikan feedback pada suaminya, dan juga mendidik anak-anaknya, baik secara akademis dan karakter. Sekarang suaminya menjadi director di sebuah perusahaan Perancis dan anak-anaknya berprestrasi bagus, bahkan anak yang pertama sudah independent dan mendapatkan beasiswa di Amerika. That’s teamwork! That’s leadership!.
Jack Welch pernah berkata, ”Before, your focus was to grow yourself. When you are a leader, your focus is to grow yourself!”. Saya menulis di buku kedua saya, "Lead Differently”, pada saat anda karyawan, fokus anda adalah bagaimana anda perform sebaik mungkin, pada saat anda menjadi leader, fokus anda adalah bagaimana membantu orang lain agar perform sebaik mungkin. Di sinilah anda harus menurunkan ego anda.
Seandainya David Foster tidak menurunkan egonya, dan dia terus menerus
ingin menjadi penyanyi (agar dipuji-puji penonton), mungkin dia tidak akan
sesukses sekarang. Seandainya Dini tidak menurunkan egonya dan terus menerus
berkarier, mungkin itu bukan strengthnya, mungkin kariernya setengah-setengah,
mungkin suaminya tidak akan menjadi director dan mungkin anak-anaknya tidak
berprestasi sebagus sekarang.
Terus ada yang bertanya apakah reward bagi seorang leader kalau harus menurunkan egonya? Well, dengan berfokus menjadi composer, ternyata David Foster juga terus menerus sukses, terkenal, dan keliling dunia. Dengan menurunkan egonya, Dini juga menikmati menjadi istri dan ibu yang baik, keliling dunia bersama anak-anak dan suaminya, dan menikmati hidupnya. Saya tidak mengatakan semua wanita harus mengorbankan kariernya, kalau memang itu yang anda inginkan, kalau memang itu strength anda dan karier anda bisa mencapai puncaknya, go ahead. Semua orang harus menyadari potensinya yang berbeda-beda dan menjalankan passionnya sesuai dengan stength yang berbeda-beda.
Pada saat saya sendiri menurunkan ego saya, dan waktu saya menjadi HR leader, saya juga selalu mendevelop anak buah saya, ternyata dua atau tiga tahun kemudian, saya selalu berhasil mendidik orang yang menggantikan saya, dan saya bisa melangkah ke jabatan berikutnya yang lebih baik. Everbody wins. Everybody is happy!.
Itulah pentingnya bagi seorang leader untuk menurunkan egonya agar dia bisa mengembangkan bisnisnya, mengembangkan timnya dan mengembangkan dirinya. Judul artikel ini saya copy dari judul buku “Ego is the enemy” yang dikarang oleh Ryan Holliday. Di buku itu diajarkan berapa teknik untuk menurunkan ego kita agar meningkatkan leadership capability kita.
Tetapi berdasarkan pengamatan dan pengalaman saya, inilah lima hal yang kita bisa lakukan sebagai seorang leader :
a)
Identifying the talents
David Foster ahli dalam
menemukan penyanyi muda yang akan berbakat. Dia menemukan Celine Dion saat
masih berumur 18 tahun dan menggemblengnya menjadi penyanyi hebat. Dia juga
menemukan Josh Groban, Michael Buble, dll. Sebagai leader anda harus mampu
mengenali calon-calon leader di perusahaan yang bisa anda gembleng menjadi
leader yang lebih hebat lagi.
b) Push their limits
Pada biografi Celine Dion di
halaman 86, Celine Dion menceritakan betapa Celine membenci David Foster karena
memaksanya latihan berulang-ulang. Bahkan ada lagu yang sulit banget All by
Myself yang nadanya sangat tinggi dan Celine Dion harus menyanyikannya delapan
kali berturut-turut dalam sehari. Pada konser kemarin ada juga tampil Anggun,
penyanyi Indonesi yang sudah mendunia. Dan Anggun pernah bercerita bagaimana
ayahandanya (Bapak Darto Singo) mendidiknya dan melatihnya dengan tangan besi
dan disiplin yang tinggi. Talent-talent anda tidak akan pernah berkembang dalam
suasana yang nyaman. Anda harus berani mengeluarkan mereka dari zona nyaman,
menggembleng mereka dengan tangan besi dan disiplin. Dalam cerita wayang
Gatotkaca harus direbus di kawah Candradimuka sebelum bisa terbang. Ok, sebagai
leader anda tidak usah memasak air mendidih dan merebus talent anda di dalam
panci besar. Tetapi tetap anda harus mendidik mereka dengan effort luar biasa. Katakan
pada talent-talent anda, extraordinary people adalah ordinary people yang
mengerjakan hal-hal yang 'extra'. Tanyakan what are the extra things that they
will do?
c) Expose them to public
Setelah menggembleng mereka,
tampilkan mereka ke public. David Foster mengembleng penyanyi-penyanyinya dan
kemudian menampilkan mereka ke public. What do you do to your talents?. Sebagai
leader jangan sampai anda menjadi satu-satunya yang tampil di depan CEO, di
depan Board of Directors dan di depan management team yang lain. Tampilkan anak
buah anda juga dong. Tapi sebelumnya didik mereka, latih mereka, dan berikan
feedback ke mereka setelah itu.
d) Balancing reward and effort
Perjalanan mendidik
talent-talent adalah perjuangan berat dan perjalanan panjang seperti marathon. Kita harus menjaga stamina. Balance-kan antara
effort dan reward. Recognize their hard
work. Praise for their extra effort. And reward them regularly, not only in the
end of the destination.
e) Promote them and identify your next talents
Kadang-kadang ada waktu di
mana talent-talent kita sudah ready. What
should you do? Promote them!. Suruh mereka menggantikan anda dong supaya
anda bisa melangkah ke posisi berikutnya yang lebih baik. Saya pernah melakukan
hal ini di tiga perusahaan yang berbeda (Nokia, Telkomsel dan Citibank). Tentu saja ini terjadi karena proses untuk
men-develop mereka sudah berjalan dan mereka sudah ready. Kalau mereka belum
ready? Ya, didik mereka dulu dong! Kalau mereka sudah ready, tapi anda belum
dapat posisi baru gimana dong? Ya, promosikan mereka ke jabatan lain selevel,
tapi di bagian lain (lateral career move).
Kasihan kalau mereka sudah maju karena digembleng dengan kerja keras, tapi gak
dipromosi juga. Kalau mereka pergi dari team anda, terus bagaimana dengan
pekerjaan yang ditinggalkan? Cari talent lain, develop lagi dong. David Foster
bisa mendidik puluhan penyanyi baru, you
have to do the same thing!
Dan ternyata ada kesamaan
antara teknik melatih penyanyi (bagi David Foster), teknik mendidik anak (bagi
Dini) dan teknik mengembangkan talent di bisnis kita.
Jadi ingat ya, sebagai seorang leader, lakukan kelima hal ini untuk mendidik dan mengembangkan talent-talent anda :
a. Identifying the talents.
b. Push their limits.
c. Expose them to public.
d. Balancing reward and effort.
e. Promote them and identify your next talents.
Oleh : Pambudi Sunarsihanto