20 Juli 2018

Adil Itu Tidak Berarti Sama Rasa Dan Sama Rata

Beberapa minggu terakhir ini, perhatian publik banyak tersedot oleh perhelatan piala dunia 2018. Banyak Negara bertabur pemain bintang diharuskan “pulang kampung” terlebih dahulu  dikarenakan tidak mampu melanjutkan ke babak berikutnya sebut saja Jerman dengan Thomas Mueller, Spanyol dengan Diego Costa, Argentina dengan Lionel Messi, ataupun Portugal dengan Cristiano Ronaldo.

Sebagai pemain penyerang, Mueller, Costa, Messi, ataupun Ronaldo sangat sering tampil dibagian terdepan. Bagian yang menarik adalah dalam setiap tim atau unit organisasi selalu ada saja individu yang menonjol, ibaratnya dalam sebuah film, disebut individu tersebut berperan sebagai aktor pemain utama.

Sering kali bagian yang terlupakan adalah dibelakang setiap pemain atau aktor pemain utama, selalu ada aktor pendukung yang tidak kalah penting untuk fungsi ataupun perannya. Di belakang Mueller, Costa, Messi, ataupun Ronaldo selalu ada pemain-pemain hebat yang mendukung mereka, sebut saja Toni Kroos  di Jerman, andre Iniesta di Spanyol, Angel Di Maria di Argentina, dan Ricardo Quaresma di Portugal. Bahkan di belakang Frodo Bagins karakter Hobbit di dalam film Lord Of The Rings, tokoh utama yang mengalahkan seruman sang penyihir jahat, terdapat Samwise Gamgee. Samwise adalah tukang cuci, sahabat sekaligus penolong Frodo pada detik-detik terakhir ketika Frodo dalam kondisi kesulitan.

Didalam suatu organisasi selalu ada unit, departemen atau divisi yang menjadi ujung tombak organisasi. Namun, selain itu juga terdapat unit, departemen, atau divisi yang berperan sebagai support untuk mendukung “ujung tombak” organisasi. Tujuan utama dari organisasi adalah untuk memastikan organisasi tersebut dapat bekerja dengan baik melalui alat ukur yang jelas. Tanpa alat ukur yang jelas, tidka mudah untuk bisa menggerakan individu atau unit untuk berkinerja secara maksimal.

Tantangannya adalah jika alat ukur dan system dan system pengukurannya yang diterapkan dalam suatu organisasi tidak jelas dan transparan. Isu yang akan muncul adalah kecemburuan satu unit dengan unit yang lain. Statement yang sering muncul misalnya “wah enak banget si anu di unit anu. Kerjaannya tiap hari hanya duduk dikantor siapin laporan, sementara kita dilapangan harus bertemu dengan berbagai macam risiko”. Sementara itu, yang bagian dikantor mengatakan, “enak sekali si anu dari unit anu, dia bisa jalan-jalan tidak perlu datang kekantor setiap hari, bonusnya lebih banyak lagi.”

Idealnya muncul pemahaman bahwa setiap individu dalam suatu unit sudah memiliki alat ukurnya masing-masing. Apabila terdapat ketidakpuasan dalam sebuah unit, si individu bisa pindah ke unit yang dianggapnya lebih baik selama yang bersangkutan memenuhi kualifikasi pekerjaan yang dibutuhkan. Adanya pengukuran didalam sebuah unit diharapkan bisa mendorong prilaku-prilaku terbaik sesuai fungsi dari unit tersebut. Penjaga gawang dan pemain penyerang tidak bisa diukur keberhasilannya dalam mencetak gol. Penjaga gawang diukur keberhasilannya dalam melakukan penyelamatan ketika gawang diserang lawan.

Pada akhirnya, pengukuran individu dalam suatu unit akan diukur berdasarkan fungsi utama dari unit itu, apakh sebagai unit utama (core) atau unit penunjang (support). Pengukuran yang tepat akan berdampak pada keputusan  yang tepat seperti kata salah satu bapak manajemen modern, yakni Peter F Drucker, “What Gets Measured, Gets managed.”


Sumber : DjunaidiBaharuddin